Jumat, 09 Januari 2015

Fieldnote KKL di Desa Ngadas, Bromo



Selasa, 01 April 2014
Pukul 09.30 wib saya tiba di Desa Ngadas, sesampainya disana saya dan teman-teman sarapan pagi di salah satu rumah penduduk desa Ngadas. Setelah makan kita langsung diantar menuju homestay masing-masing. Kebetulan saat itu saya berada di homestay 2 dan homestay tersebut dihuni 16 orang. Di homestay saya dan teman-teman beristirahat sejanak, selain itu kita juga mandi secara bergantian. Tepat pukul 10.20 kita disuruh kumpul dib alai desa Ngadas untuk mengikuti acara sarasehan dari ketua adat desa Ngadas. Pada saat itu kita diberi pandangan-pandangan awal mengenai desa Ngadas.
Kepala desa Ngadas bernama Bapak Sumartono, beliau menyambut kita dengan salam yang khas dari masyarakat Bromo, yaitu Hong Aulun Basuki Langgeng. Masyarakat desa Ngadas mayoritas beragama hindu, yaitu sebesar 99% dan yang 1% beragama islam, kurang lebih lima orang dan itu merupakan masyarakat pendatang.
Disebelah desa Ngadas, terdapat desa Wonokerto yang mayoritas penduduknya beragama islam. Meskipun kedua desa tersebut berbeda keyakinan, namun diantaranya keduanya tidak pernah terjadi konflik. Mereka saling menghargai dan memahami satu sama lain. Sistem pemerintahan desa Ngadas dipimpin oleh kepala desa dengan dibantu tiga kasi, yaitu pemerintahan, pembangunan, dan kesejahteraan rakyat. Selain kasi terdapat pula tiga kaur, yaitu keuangan, umum, dan perencanaan. Ditingkat dusun sendiri terdapat dua kepala dusun, yaitu pak kami tuo dengan enam ketua RT dan lima anggota BPD.
Lokasi desa Ngadas berada pada ketinggian 1770 Mdpl. Penduduk desa Ngadas berjumlah 680 jiwa dengan rincian jumlah laki-laki 335 jiwa dan yang perempuan 345 jiwa. Mayoritas mata pencaharian penduduk desa Ngadas adalah bercocok tanam. Tanaman yang ditanam 70% kentang, kol/kubis, bawang pree (daun bawang), dan tanaman kacang-kacangan sebag tanaman tmpang sari. Pertanian di desa Ngadas berjalan selama 6 bulan dengan 2 kali panen dan dilakukan selama musim penghujan. Hal itu dikarenakan air saat musim kemarau hanya tercukupi untuk kebutuhan kehidupan masyarakat saja. Sehingga wisata Bromo sangat membantu masyarakat Ngadas dan menjadi kerjaan sampingan selain pertanian.
Pemuka agama hindu di desa Ngadas dipimpin oleh seorang Dukun Pandhita. Beliaulah yang memimpin berbagai ritual dan upacara adat masyarakat. Dukun Pandhita dibantu dengan dukun Sepuh dan dukun Legen yang bertugas menyiapkan sesaji. Sedangkan dukun sunat adalah dukun yang bertugas saat terdapat remaja yang akan menuju dewasa menjalankan prosesi sunatan. Namun setelah dari dukun sunat remaja tersebut dibawa ke dokter. Agama Hindu yang identik dengan ritual-ritual begitu pula masyarakat desa Ngadas. Saat hari Raya Nyepi masyarakat tidak menyalakan lampu atau membuat api. Dukun pandhita juga melaksanakan mutih, seperti puasa namun ia tetap makan setiap hari dengan makanan yang tanpa mengandung garam, gula, minyak, bisa dikata rasanya hambar. Tidak berbeda dengan agama Islam saat terdapat orang yang meninggal juga dilakukan prosesi pemakaman. Upacara Ngaben juga dilakukan namun yang dibakar hanyalah replika jenazah semata.  Kurang lebih seperti itu yang dapat saya tangkap dari penjelasan-penjelasan pemuka adat desa Ngadas.
Pukul 13.00 wib, sarasehan selesai, lalu kita melanjutkan makan siang. Setelah itu kita melakukan observasi ke penduduk-penduduk desa Ngadas. Saya merupakan anggota dari kelompok dua yang mendapat tema tentang Pluralitas Masyarakat dan Hubungan Sosial antarAgama. Dalam melakukan observasi kelompok saya di bagi dua-dua, dan saya berpasangan dengan salah teman saya, yaitu Nur Novita. Observasi pertama kita mendatangi dua informan, yang pertama, yaitu Bapak Klemon. Beliau merupakan pendatang dari Malang, namun asalnya beliau juga beragama hindu. Namun beliau menikah dengan orang Ngadas, akhirnya belau menetap di desa Ngadas. Berdasarkan informasi dari pak Klemon, agama yang asli dari masyarakat Ngadas adalah agama hindu. Adapun yang beragama islam adalah pendatang. Meskipun mereka agama, namun belum pernah ada konflik yang muncul, sebaliknya mereka justru bersatu dan saling bekerja sama. Bahkan di tempat sekolah anak pak Klemon gurunya justru banyak yang islam yang merupakan pendatang dari Probolinggo,, namun guru tersebut tidak pernah membeda-bedakan antara murid yang beragama hindu dan yang islam, mereka menganggap semua sama. Adapun informan kedua kami yaitu Ibu Indri. Beliau merupakan penduduk asli desa Ngadas. Ibu Indri mendapat suami yang beragama islam. Namun kata bu Indri suaminya tidak pernah memaksa bu Indri untuk masuk islam. Mereka sudah memiliki satu anak, dan karena masih kecil sementara agama anak tersebut mengikuti adat desa Ngadas, yaitu hindu. Adapun jika anak tersebut sudah menginjak dewasa, dia akan diberi pilihan atau kebebasan dalam beragama.
Kira-kira kita selesai observasi pertama sekitar jam 17:00 wib, lalu kita kembali ke homestay untuk istirahat dan mandi. Setelah selesai salat maghrib saya dan teman-teman kembali ke balai desa untuk kumpul kelompok membuat bahan presentasi, setelah itu kita makan malam. Selesai makan malam dilanjutkan presentasi kira-kira dimulai dari 20:00 sampai 00:00. Satu persatu masing-masing kelompok diwakili dua orang untuk mempresentasikan hasil presentasi, lalu masing-masing dosen memberi komentar untuk masing-masing kelompok agar tiap tiap kelompok memperbaiki hasil observasinya. Setelah selesai observasi, kita menuju homestay masing-masing untuk istirahat.
Rabu, 02 April 2014
Kurang lebih pukul 05:00 saya bangun tidur, lalu saya mandi kemudian salat dan juga packing barang, pukul 07:00 kita kembali ke balai desa untuk sarapan dan setelah itu kita melanjutkan observasi kedua. Observasi kedua kita hanya mengunjungi pak dukun untuk mencari informasi tambahan. Observasi kedua hanya dibatasi sampai pukul 10:00, setelah itu kita melanjutkan perjalanan ke hotel untuk berwisata ke BNS dan Jatim Park.
                                                                                                                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar